Nenek moyang manusia berhenti hidup di pohon sekitar 4,2 hingga 3,5 juta tahun yang lalu.
Menurut penelitian yang diterbitkan di Folia Primatologica, alasan perubahan gaya hidup itu bersamaan dengan perubahan habitat pada hutan, menurunnya temperatur, batas musim yang lebih tegas, serta pertumbuhan padang rumput.
'Dengan jarak pohon yang lebih jauh, mereka bisa menghemat energi dengan berjalan kaki,' kata Gabriele Macho, pemimpin studi yang juga seorang paleoantropolog dari Catalan Institue of paleontology, Barcelona.
Kesimpulan ini ditarik setelah Macho dan timnya menganalisis tulang pergelangan tangan dari dua hominid yang masih bersaudara: Australopithecus anamensis dan Australopithecus afarensis. Kedua hominid itu memiliki jarak umur sekitar 600.000 tahun. Para peneliti juga menganalisis tulang pergelangan orangutan, gorila, simpanse, dan manusia sebagai perbandingan.
Hominid adalah suku yang mencakup manusia dan makhluk mirip manusia yang sudah punah.
Berdasarkan hasil pemindaian CT beresolusi tinggi, para peneliti mendapati kalau spesies yang hidup di pohon--bergantungan dari pohon ke pohon--memiliki beban lebih banyak pada sisi luar, dekat dengan kelingking. Sementara, spesies yang hidup di darat memiliki beban lebih banyak di daerah sekitar ibu jari.
Tulang pergelangan A. anamensis mirip dengan spesies modern yang tinggal di atas pohon, sementara pergelangan A. afarensis serupa dengan spesies yang tinggal di darat, termasuk manusia modern.
Artinya, perubahan gaya hidup ini terjadi di sekitar A. afarensis pertama kali muncul, 3,7 juta hingga 2,9 juta tahun yang lalu. Dari studi lain tentang fosil manusia awal, 4,2 juta tahun yang lalu, juga memiliki bukti yang serupa.
Temuan ini merupakan suatu pendekatan yang menyegarkan, demikian menurut profesor biologi dari University of Liverpool Robin Crompton. Ia berharap temuan ini menjadi inspirasi penelitian berikutnya sehingga berbagai misteri bisa dipecahkan.
Menurut penelitian yang diterbitkan di Folia Primatologica, alasan perubahan gaya hidup itu bersamaan dengan perubahan habitat pada hutan, menurunnya temperatur, batas musim yang lebih tegas, serta pertumbuhan padang rumput.
'Dengan jarak pohon yang lebih jauh, mereka bisa menghemat energi dengan berjalan kaki,' kata Gabriele Macho, pemimpin studi yang juga seorang paleoantropolog dari Catalan Institue of paleontology, Barcelona.
Kesimpulan ini ditarik setelah Macho dan timnya menganalisis tulang pergelangan tangan dari dua hominid yang masih bersaudara: Australopithecus anamensis dan Australopithecus afarensis. Kedua hominid itu memiliki jarak umur sekitar 600.000 tahun. Para peneliti juga menganalisis tulang pergelangan orangutan, gorila, simpanse, dan manusia sebagai perbandingan.
Hominid adalah suku yang mencakup manusia dan makhluk mirip manusia yang sudah punah.
Berdasarkan hasil pemindaian CT beresolusi tinggi, para peneliti mendapati kalau spesies yang hidup di pohon--bergantungan dari pohon ke pohon--memiliki beban lebih banyak pada sisi luar, dekat dengan kelingking. Sementara, spesies yang hidup di darat memiliki beban lebih banyak di daerah sekitar ibu jari.
Tulang pergelangan A. anamensis mirip dengan spesies modern yang tinggal di atas pohon, sementara pergelangan A. afarensis serupa dengan spesies yang tinggal di darat, termasuk manusia modern.
Artinya, perubahan gaya hidup ini terjadi di sekitar A. afarensis pertama kali muncul, 3,7 juta hingga 2,9 juta tahun yang lalu. Dari studi lain tentang fosil manusia awal, 4,2 juta tahun yang lalu, juga memiliki bukti yang serupa.
Temuan ini merupakan suatu pendekatan yang menyegarkan, demikian menurut profesor biologi dari University of Liverpool Robin Crompton. Ia berharap temuan ini menjadi inspirasi penelitian berikutnya sehingga berbagai misteri bisa dipecahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar