Perkawinan tak selalu menjadi bangunan yang indah. Ada kalanya juga
dihiasi oleh konflik. Nah, ada baiknya Anda kenali dulu “musuh-musuh”
Perkawinan berikut ini.
Kata orang tua, jangan pernah sekali-kali berpikir tentang
perceraian. Bahkan, pada saat terjadi konflik besar pun, perceraian
bukanlah solusi terbaik. Jadi, jagalah pernikahan Anda seolah-olah
tengah mempertahankan hidup Anda. Apa saja sih ancaman yang patut
diketahui dan biasa muncul dalam kehidupan berumah tangga? Berikut
sembilan daftar di antaranya:
1. Komitmen berlebihan
Meski tampaknya oke, tapi berhati-hatilah terhadap ancaman satu ini, terutama bagi pasangan muda.
Bayangkan, Anda merupakan pasangan muda yang baru beberapa bulan
menikah, tapi Anda berdua masing-masing sibuk dengan urusan karier,
melanjutkan kuliah, bekerja penuh waktu di perusahaan multinasional,
lalu mempunyai bayi atau balita, sibuk merencanakan membangun rumah,
serta menghabiskan waktu memulai bisnis usaha pada waktu yang sama.
Kedengarannya konyol, namun banyak pasangan muda melakukan hal ini
dan kemudian terkejut ketika yang terjadi adalah pernikahan mereka
berantakan. Bagaimana tidak, satu-satunya saat mereka bisa bertemu satu
sama lain justru pada saat mereka berdua sudah habis kelelahan.
Pesan moralnya adalah lebih banyak berbagi waktu satu sama lain jika ingin cinta Anda berdua tetap menyala.
2. Masalah keuangan
Urusan keuangan menjadi musuh nomor dua yang harus diwaspadai. Utang
yang berlebihan, tagihan kartu kredit yang overlimit , debat mengenai
bagaimana uang akan dibelanjakan, dan sebagainya sebaiknya diantisipasi.
Caranya, bicarakan di awal pernikahan bagaimana komitmen Anda berdua mengenai masalah keuangan.
Contoh, biasakan membayar tunai untuk barang-barang konsumtif, atau
kalau memang tak perlu sebaiknya tunda saja. Jangan menghabiskan uang
lebih untuk membeli benda atau jasa yang belum dibutuhkan atau yang
harganya jauh di atas budget yang Anda miliki, karena ini hanya akan
membuat sumber daya keuangan untuk hal-hal yang lebih penting menjadi
berkurang. Contoh, dana untuk pendidikan anak, menyewa baby-sitter ,
budget kebutuhan rumah tangga, dan sebagainya. Ending -nya pun bisa
ditebak, Anda dan pasangan sibuk beradu mulut. Intinya, alokasikan uang
Anda dengan bijak.
3. Egois
Ada dua tipe orang di dunia, tipe pemberi dan tipe pengambil.
Perkawinan antara dua orang bertipe pemberi bisa menjadikan Perkawinan
menjadi sesuatu yang indah. Kedua pasangan saling memberikan hal-hal
terbaik buat pasangannya. Pernikahan antara pemberi dan pengambil bisa
berisiko memunculkan konflik, meskipun relatif kecil dan bisa
diselesaikan. Yang berbahaya adalah jika Anda dan pasangan sama-sama
bertipe sebagai sang pengambil, masing-masing tak mau kalah, dua-duanya
egois. Cepat atau lambat, ini pasti akan menghancurkan pernikahan.
4. Intervensi mertua
Rasanya terlalu tradisional dan kolot, ya? Namun, fakta menunjukkan
banyak pasangan yang beradu mulut karena merasa campur tangan Sang
Mertua terlalu jauh masuk ke dalam wilayah rumah tangga mereka. Di sisi
lain, pasangan merasa pasangannya terlalu sensitif dan menilai buruk
orang tuanya.
Banyak orang tua yang masih sulit memberikan otonomi bagi
anak-anaknya yang sudah menikah. Apalagi jika Sang Anak merupakan anak
kesayangan, anak bungsu atau anak tunggal. Jadi, jika salah satu suami
atau istri belum sepenuhnya terbebaskan dari orang tua, maka yang
terbaik adalah tidak tinggal dekat atau bersama mereka.
5. Harapan yang tidak realistis
Beberapa pasangan menikah dengan impian tentang pernikahan yang
seringkali tidak realistis. Ingin membangun rumah tangga ideal, punya
rumah nyaman, memiliki anak-anak yang rupawan, menyekolahkan anak-anak
setinggi langit, dan sebagainya.
Seringkali ilusi romantis seperti inilah yang memicu depresi manakala
kenyataannya tak seperti yang diharapkan. Cari uang tak selalu mudah,
urusan pekerjaan yang menyita pikiran dan tenaga, dan sebagainya. Belum
lagi harapan istri atau suami terhadap pasangannya yang terlalu
berlebihan yang bisa menimbulkan kekecewaan. Ini adalah perangkap
emosional, jadi tak perlu terlalu muluk-muluk. Realistis sajalah.
6. Tidak memberi ruang gerak
Adakalanya pasangan tidak memberi ruang gerak bagi pasangannya.
Contohnya, suami yang memberikan aturan-aturan atau harapan-harapan
tinggi kepada istrinya, atau sebaliknya. Mereka tidak memberi ruang
bernapas yang dibutuhkan pasangan mereka, sehingga lama-lama justru akan
mencekik dan menghancurkan cinta di antara mereka. Kecemburuan
misalnya, merupakan salah satu cara fenomena ini memanifestasikan
dirinya. Yang lain adalah harga diri yang rendah, yang menjadikan
pasangan tak aman untuk menginjak-injak wilayah lain. Ingat, cinta harus
bebas dan saling mempercayai.
7. Kebiasaan buruk
Pornografi, judi, kecanduan, dan perilaku buruk lainnya cenderung menciptakan perilaku destruktif.
Selama tahap perkenalan, barangkali perilaku-perilaku semacam ini
masih tertutup rasa cinta. Pada beberapa orang, kelemahan dan kerentanan
ini tidak diketahui sampai akhirnya terlambat. Kemudian mereka akhirnya
kecanduan dan menimbulkan luka bagi tiap anggota keluarga.
Barangkali terdengar lucu, namun sebuah studi menunjukkan, kehancuran
pribadi dan rumah tangga sering dimulai ketika dampak kebiasaan atau
perilaku ini muncul. Jika kita menjaga hidup kita bersih dan tidak
melibatkan diri pada permainan yang dekat dengan tindakan kriminal, maka
hal-hal buruk lebih mudah diantisipasi.
8. Business stuff
Berbisnis sah-sah saja, apalagi jika hasilnya sepadan dan bisa
menunjang keuangan keluarga. Namun, bisnis juga bisa menjadi ancaman
bagi keutuhan rumah tangga.
Contoh jika bisnis gagal. Untuk hal ini, yang paling banyak terkena
dampak biasanya adalah kaum pria (suami). Perubahan keuangan inilah yang
acapkali memicu konflik di dalam rumah tangga. Tadinya biasa makan enak
di restoran, kini harus superhemat karena uang habis untuk membangun
bisnis.
Begitu juga sebaliknya. Kesuksesan bisnis seringkali menjadi pemicu
konflik yang bisa membahayakan keutuhan rumah tangga. Gelimang uang dan
ketenaran seringkali membuat mereka yang tak siap menjadi lupa dan
meruntuhkan rumah tangganya sendiri.
9. Menikah terlalu muda
Survei menunjukkan, wanita yang menikah pada usia di bawah 17 tahun
dua kali lebih berisiko untuk bercerai ketimbang mereka yang menikah di
usia 18 sampai 20 tahun. Tekanan usia yang masih remaja dan tekanan
kehidupan pernikahan dini ternyata memang tak bisa teraduk manis.
Akibatnya, mereka tak kuat dan rumah tangganya berantakan.
Jalan keluarnya, peran pihak ketiga sangat dibutuhkan untuk membantu
pasangan muda ini menghadapi tekanan kehidupan dan sukses mengarungi
bahtera rumahtangga.
Nah, daftar di atas baru merupakan sebagian kecil saja dari hal-hal
yang menjadi musuh dan bisa merusak pernikahan. Sebenarnya, daftarnya
hampir tak terbatas. Beberapa contoh lain misalnya masalah seks,
persoalan anak, harga diri yang rendah, dan sebagainya. Jadi, jika
berniat mempertahankan pernikahan sepanjang usia, tak ada salahnya
mengantisipasi hal-hal di atas.
sumber : http://ruanghati.com/2011/04/16/inilah-9-hal-yang-bisa-mengancam-kelangsungan-perkawinan-anda/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar