Selasa, 25 Oktober 2011

Wahai Para Suami, Sayangilah Istrimu Sebelum Kau Menyesal Seumur Hidupmu

Derita batin yang dialami istriku, dibawanya hingga akhir hayatnya. Sungguh tak ada yang paling kusesali kecuali rasa berdosa akan semua kelakuanku. Pembaca, sebut saja aku Gali (bukan nama sebenarnya). Aku menikah dengan Dea (bukan nama sebenarnya) tahun 2000 lalu, dan kini telah dikaruniai seorang anak.

Sesal kemudian tidak berguna, istri setia Anda bagaikan mutiara dalam hidupmu
Sesal kemudian tidak berguna, istri setia Anda bagaikan mutiara dalam hidupmu

Pernikahanku dengan Dea memang tak dilandasi rasa cinta dan sayang yang kuat, karena awalnya aku hanya tertarik dengan penampilannya yang menggoda. Tetapi kemudian secara perlahan aku mulai benar-benar tertarik dengan Dea. Kepribadian dan kesabarannya mampu membuat hatiku luluh, selain itu ia juga sangat berjasa terkait dengan karirku yang melesat dengan cepat, jika bukan karena masukan-masukan dari Dea mungkin aku tak bisa meraih jabatan manager di kantorku.

Sayangnya keluluhan hatiku hanya bertahan dua tahun saja. Tahun-tahun berikutnya aku kembali kekehidupan masa laluku dan semakin terlena dengan kehidupanku sendiri meninggalkan kewajibanku sebagai suami dan seorang ayah. Kepribadian dan kesabaran Dea tak lagi bisa menahan hasratku untuk sering berada diluar rumah hanya demi bersenang-senang bersama teman-temanku.

Dea tak lagi mampu mengubah gaya hidupku yang setiap hari hanya menghabiskan waktu di meja judi. Saat ijab kabul aku pernah berjanji tak akan lagi kembali ke dunia itu. Namun, waktu kemudian meluluhkan semuanya, aku tergiur lagi untuk menghabiskan uangku dengan berjudi, main perempuan dan mabuk-mabukan, tak jarang uang jutaan rupiah habis dalam tempo satu hari saja.

Namun begitu, Dea tetap berusaha keras merubah kebiasaanku, merubah keadaan yang semakin sulit dengan nasehat-nasehat, tapi apa yang kuberikan hanyalah derita batin. Seringkali tanpa pernah kusadari, semua kebaikannya kubalas dengan pukulan, cacian dan makian. Tapi entah mengapa Dea tetap bersabar sampai anak pertama kami lahir. Saat Dea melahirkan aku bahkan sedang dalam pelukan seorang perempuan.

Padahal pada saat itu, Dea berharap kelahiran anak pertama kami itu bisa merubah sikap dan kebiasaan burukku. Tapi ternyata semua itu tak sedikitpun berpengaruh, kelahiran anakku justru semakin membuat aku merasa risih dan terbebani. Dan hal itu semakin membuatku jarang pulang ke rumah. Aku lebih senang menyewa kamar hotel karena bisa lebih bebas dan tak terganggu dengan tangisan anakku.

Semakin hari, cemoohan dan tekanan dari keluarga yang diterimanya, membuat Dea menderita lahir batin. Rupanya, hal itu ia pendam seorang diri, sehingga menjadi penyakit yang berkepanjangan. Sementara, aku hanya membiarkan itu terjadi padanya. Seolah tak terbetik sedikitpun kesadaran dalam hatiku untuk, memperhatikannya, membantunya, apalagi membahagikannya.

Setahun kemudian, Dea tergolek sakit. Beberapa kali ia memintaku untuk membawanya ke rumah sakit, namun, semua tak kupedulikan. Aku lebih suka menyibukan diriku dan menghabiskan semua penghasilanku di meja judi bersama teman-temanku, ketimbang membiayai pengobatan Dea.

Hanya berselang beberapa bulan kemudian kondisi Dea makin memburuk. Dokter sudah tak mampu lagi mengatasinya. Semua terlambat, penyakit kanker yang diawali dengan tekanan mental selama ini, membuat nyawa Dea tak terselamatkan lagi. Dea meninggal dunia, saat aku berada di meja judi.

Diakhir-akhir hidupnya barulah aku tersadar, ternyata, Dea sudah membuktikan betapa selama ini ia selalu berusaha berbakti padaku, sampai kemudian Tuhan benar – benar memanggilnya kembali. Aku sempat sadar ketika masa – masa kritis dilaluinya. Aku berjanji akan menghabiskan sisa hidupku untuk Dea. Tapi, rencana Tuhan lain, Dea dipanggilnya di saat aku mulai menyadari segalanya. Terlambat sudah, tinggal kini penyesalan yang ada.

Pembaca, entahlah apakah Tuhan masih mau membuka pintu ampunan bagiku. Yang jelas saat ini, aku tengah berusaha untuk menggunakan waktuku untuk menjaga dan membesarkan anakku seorang diri. Aku sudah bersumpah tak akan ada wanita yang menggantikan posisi Dea di hatiku. Mudah-mudahan kisahku ini bisa menjadi pelajaran bagi semua.
 
 
sumber : http://ruanghati.com/2011/08/14/wahai-para-suami-sayangilah-istrimu-sebelum-kau-menyesal-seumur-hidupmu/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar